Promosi dan Mutasi serta Penilaian Kinerja PNS



Promosi dan Mutasi serta Penilaian Kinerja PNS


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), diperlukan Aparatur Sipil Negara yang profesional, netral, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dan mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 
Namun dalam mencapai tujuan nasional tersebut setiap pegawai ASN berkewajiban Untuk Setia dan Taat pada Pancasila dan UUD 1945 serta kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kewajiban Setia Dan Taat Pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,  serta kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.  Dan  PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (“PP 53/2010”). Kewajiban sebagai seorang PNS untuk Setia dan taat terhadap Pancasila dan UUD 1945 dan Pemerintah disebutkan dalam Pasal 3 PP 53/2010, yaitu:   “Setiap PNS wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah.”
Sehingga berdasarkan peraturan tersebut setiap pegawai ASN berkewajiban untuk Setia Dan Taat Pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, terdapat beberapa permasalahan yang akan menjadi bahan kajian dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan ASN berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 .
2.      Apa saja kewajiban pegawai ASN .
3.      Bagaimana Kewajiban ASN Untuk Setia dan Taat pada Pancasila, UUD 1945, dan NKRI
C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1.      Kita bisa mengetahui Apa yang dimaksud dengan ASN , dan kewajiban pegawai ASN berdasarkan No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
2.      Mengetahui Kewajiban ASN Untuk Setia dan Taat pada Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Aparatur Sipil Negara (ASN)
Dalam pengertian tentang aparatur sipil negara tidak terlepas dari Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dimana pada Undang- Undang tersebut   masyarakat baik pegawai negeri sipil maupun pejabat pemerintahan dengan perjajian kerja diberikan kesempatan untuk menduduki suatu jabatan dalam  suatu instansi pemerintahan, dimana pada Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014  yang dimaksud dengan ASN adalah sebagai berikut:
1.       Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
2.       Pegawai Aparatur Sipil Negara (PegawaiASN) adalah pegawai negeri sipil dan pegawai  pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang - undangan.
3.       Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
4.       Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
5.       Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

B.     Promosi pegawai ASN

Dalam rangka memenuhi kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan pimpinan tinggi sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, maka instansi pemerintah perlu melakukan promosi jabatan pimpinan tinggi secara terbuka.
Sesuai dengan Grand Design Reformasi Birokrasi yang dipertajam dengan rencana aksi 9 (Sembilan) Program Percepatan Reformasi Birokrasi salah satu diantaranya adalah Program Sistem Promosi PNS secara terbuka. Pelaksanaan sistem promosi secara terbuka yang dilakukan melalui pengisian jabatan yang lowong secara kompetitif dengan didasarkan pada sistem merit. Dengan sistem merit tersebut, maka pelaksanaan promosi jabatan didasarkan pada kebijakan dan Manajemen ASN yang dilakukan sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Untuk itu dalam rangka pengisian jabatan tinggi harus pula memperhatikan 9 (sembilan) prinsip dalam sistem merit, yaitu:
1.     melakukan rekrutmen, seleksi dan prioritas berdasarkan kompetisi yang terbuka dan adil;
2.    memperlakukan Pegawai Aparatur Sipil Negara secara adil dan setara;
3.    memberikan remunerasi yang setara untuk pekerjaan-pekerjaan yang setara dan menghargai kinerja yang tinggi;
4.    menjaga standar yang tinggi untuk integritas, perilaku dan kepedulian untuk kepentingan masyarakat;
5.    mengelola Pegawai Aparatur Sipil Negara secara efektif dan efisien;
6.     mempertahankan atau memisahkan Pegawai Aparatur Sipil berdasarkan kinerja yang dihasilkan;
7.    memberikan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi kepada Pegawai Aparatur Sipil Negara; melindungi Pegawai Aparatur Sipil Negara dari pengaruh-pengaruh politis yang tidak pantas/tepat;
8.    memberikan perlindungan kepada Pegawai Aparatur Sipil dari hukum yang tidak tidak adil dan tidak terbuka.

Adapun Ruang lingkup Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di lingkungan Instansi Pemerintah meliputi pengaturan persiapan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi penyelenggaraan promosi terbuka jabatan pimpinan tinggi pada instansi pemerintah pusat dan daerah.



Pengisian jabatan pimpinan tinggi dalam struktur PNS berdasarkan pada UU ASN yang telah resmi adalah dengan menggunakan jalur seleksi terbuka. Hal ini berlaku pada pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu sendiri. Promosi pejabat tinggi harus diadakan secara terbuka. Hal ini seperti informasi yang didapatkan dari website www.menpan.go.id terkait dengan Pengisian Jabatan harus Melalui Promosi Terbuka berikut penuturan Azwar Abubakar selaku Menteri Pendayagunan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) "Dengan berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN), bupati dan walikota dalam mengangkat pejabat harus dengan promosi terbuka. Bupati/walikota sebagai pejabat yang berwenang, sementara Sekda sebagai pejabat Pembina pegawai."  Dengan demikian, pengangkatan pejabat tidak lagi berdasarkan suka atau tidak suka, berdasarkan kedekatan, atau KKN. Dengan cara ini, maka politisasi birokrasi yang banyak terjadi di tanah air ini bisa dikikis. Setiap ada lowongan jabatan, harus diumumkan sehingga setiap pegawai yang memenuhi persyaratan mendapat kesempatan yang sama untuk berkompetisi secara sehat. Dari hasil seleksi, panitia seleksi yang dibentuk oleh Sekda diawasi oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). “Tugas KASN menjamin terselenggaranya system merit, mulai dari rekrutmen pendaftaran CPNS, penempatan dalam jabatan hingga pemberhentian PNS”.
Syarat pengangkatan promosi jabatan tinggi dalam lingkup PNS adalah dengan tetap memperhatikan syarat kompetitif, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif dikalangan PNS pada tingkat nasional atau antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dengan memperhatikan syarat kompetitif, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut RUU ASN ini, jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden. “Jabatan Pimpinan Tinggi dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggita Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif,” bunyi Pasal 109 Ayat (2) RUU ASN ini. RUU ini menegaskan, bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah, dan dalam pembentukan kepanitiaan harus berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). “Panitia seleksi terdiri dari unsur internal maupun unsure eksternal Instansi Pemerintah yang berangkutan,” bunyi Pasal 100 Ayat (2) RUU ASN. Ketentuan mengenai pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan Pegawai ASN dengan persetujuan KASN. “Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem merit dalam pembinaan Pegawai ASN wajib melaporkan secara berkala kepada KASN untuk mendapatkan persetujuan,” bunyi Pasal 111 Ayat (2) RUU ASN itu. Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan/atau madya, panitia seleksi Instansi Pemerintah memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat pimpinan tinggi itu disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian, selanjutnya diusulkan kepada Presiden. “Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi utama dan/atau madya,” bunyi Pasal 112 Ayat (4) RUU ini.
Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebihd ahulun membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi memilih 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan untuk disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang.
“Pejabat Pembina Kepegawaian memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama yang diusulkan dengan memperhatikan pertimbangan Pejabat yang Berwenang untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama,” bunyi Pasal 113 Ayat (4) RUU ASN ini. Untuk tingkat provinsi Pejabat Pembina Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi madya yang dipilih panitia seleksi kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya, Presiden memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi madya. Adapun untuk pejabat tinggi pratama di instandi daerah, Pejabat Pembina Kepegawaian memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) calon yang diusulkan panitia seleksi melalui Pejabat yang Berwenang untuk ditetapkan dan dilantik sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama. RUU ASN ini menegaskan, Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. "Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden,” bunyi Pasal 116 Ayat (2) RUU ini.
C.  MUTASI PNS
Mutasi adalah usaha menempatkan pekerjaan dan jabatan yang sesuai dengan ketentuan keadaan pekerjaan/jabatan  dan promosi berdasarkan kecakapan dan kemampuannya. Dalam undang undang ASN  yaitu UU nomor 5 tahun 2014 ada pasal-pasal yang mengatur tentang Mutasi/Perpindahan ASN. Antara lain Pasal 73
1)   Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dan ke perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.
2)   Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
3)   Mutasi PNS antarkabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN.
4)   Mutasi PNS antarkabupaten/kota antarprovinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN.
5)   Mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat atau sebaliknya, ditetapkan oleh kepala BKN.
6)   Mutasi PNS antar-Instansi Pusat ditetapkan oleh kepala BKN.
7)   Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan.
8)   Pembiayaan sebagai dampak dilakukannya mutasi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk Instansi Daerah.
Dan dalam hal ini mutasi dapat dilakukan apabila terjadi suatu kekosongan jabatan disuatu tempat dan daerah dan juga mutasi dilakukan dikerenakan sebab-sebab tertentu seperti melakukan pelanggaran,ketidak displinan dan lain-lain dan dalam hal ini badan yang mengurusi masalah mutasi ini harus dapat mengiplementasikan ketentuan ketentuan /aturan seperti yang tercantum dalam UU NO 5 Tahun 2014.

0 Response to "Promosi dan Mutasi serta Penilaian Kinerja PNS"

Post a Comment