pendekatan dalam Ilmu politik
Politik
merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara
(Wikipedia, 2009). Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem
politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem
itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut (Rahmadani Yusran, ). Roger F.
Soltau dalam “Introduction to Politic” (1961) Ilmu Politik mempelajari
negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan
itu; hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara
lain.
J. Barents dalam “Ilmu Politika” (1965) Ilmu
Politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian
dari kehidupan masyarakat: ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan
tugas-tugasnya. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power
and Soceity, “ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu
sifat hakiki, dasar, prose-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil”.
Dan
beberapa pendekatan dalam Ilmu Politik antara lain :
a)
Pendekatan Institusional
Pendekatan
filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan
berasal, bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan
diselenggarakan. Pendekatan institusional menekankan pada penciptaan
lembaga-lembaga untuk mengaplikasikan ide-ide ke alam kenyataan. Kekuasaan
(asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam konstitusi.
Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim pemerintahan.
Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi, membagi tanggung jawab
para penyelenggara negara, bagaimana membuat dan melaksanakan kebijaksanaan
umum.
Dalam
konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem
pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal adalah
negara di mana otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa
negara bagian. Negara kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan
pemerintah pusat disentralisir. Badan pembuat UU (legislatif) berfungsi
mengawasi penyelenggaraan negara oleh eksekutif. Anggota badan ini berasal dari
anggota partai yang dipilih rakyat lewat pemilihan umum.
Badan
eksekutif sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara
di sistem presidensil oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih
perdana menteri dari keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil
dipilih secara prerogatif oleh presiden.
Badan
Yudikatif melakukan pengawasan atas kinerja seluruh lembaga negara (legislatif
maupun eksekutif). Lembaga ini melakukan penafsiran atas konstitusi jika
terjadi persengketaan antara legislatif versus eksekutif.
Lembaga
asal-muasal pemerintahan adalah partai politik. Partai politik menghubungkan antara
kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan umum. Di samping
partai, terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang mampu mempengaruhi
keputusan politik tanpa ikut ambil bagian dalam sistem pemerintahan. Terdapat
juga kelompok penekan, yaitu suatu kelompok yang secara khusus dibentuk untuk
mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan umum di tingkat parlemen. Dalam
menjalankan fungsinya, eksekutif ditopang oleh (administrasi negara). Ia
terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya elakukan pelayanan
publik.
b)
Pendekatan Perilaku
Esensi
kekuasaan adalah untuk kebijakan umum. tidak ada gunanya membahas
lembaga-lembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi
mengenai proses politik yang sebenarnya. Lebih bermanfaat bagi peneliti dan
pemerhati politik untuk mempelajari manusia itu sendiri serta perilaku
politiknya, sebagai gejala-gejala yang benar-benar dapat diamati. Perilaku
politik menampilkan regularities (keteraturan)
c)
Neo-Marxis
Menekankan
pada aspek komunisme tanpa kekerasan dan juga tidak mendukung kapitalisme. Neo
Marxis membuat beberapa Negara sadar akan pentingnya persamaan tanpa kekerasan,
akan tetapi komunisme sulit dijalankan di beberapa Negara karena komunisme
identik dengan kekerasan dan kekejaman walaupun pada intinya adalah untuk
menyamakan persamaan warga negaranya di suatu Negara sehingga tidak ada yang
ditindas dan menindas terlebih lagi dalam bidang ekonomi.
Neo-Marxis
juga menginginkan tidak adanya kapitalisme yang sering dilakukan Negara Barat
dalam hal ini Negara maju, karena kapitalisme hanya mementingkan keuntungan
yang sebesar-besarnya sehingga sering kali “menyengsarakan” rakyat pribumi
karena orang-orang pribumi sering kali hanya menjadi penonton atau pun menjadi
korban dari kapitalisme ini. Walaupun kapitalisme berhubungan dengan bidang
ekonomi tetapi kapitalisme juga berpengaruh dalam hal kebijakan politik yang
dibuat oleh Negara-negara maju terhadap Negara-negara berkembang yang sering
dijadikan sasaran kapitalisme besar-besaran seperti Indonesia.
d)
Ketergantungan
Memposisikan
hubungan antar negara besar dan kecil. Pendekatan ini mengedepankan
ketergantungan antara Negara besar dan Negara kecil yang saling keterkaitan
sehingga satu sama lain saling bergantung, jadi Negara besar bergantung pada
Negara kecil baik dalam hal politik, ekonomi dan dalam hubungan internasional
dan sebaliknya sehingga satu sama lain mempunyai posisi yang sama.
e)
Pendekatan Pilihan Nasional
Pilihan-pilihan
yang rasional dalam pembuatan keputusan politik. Pendekatan pilihan nasional
ini menekan kan bahwa pengambil kebijakan atau pembuatan keputusan dilihat dari
rasionalitas yang ada di Negara tersebut agar bisa dijalankan oleh Negara dan
tentu identitas social-politik sangat diperlukan. Terdapatnya identitas
sosial-politik disebabkan adanya prilaku politik identitas guna mengembangkan
kelompok-kelompok. Prilaku ini seiring bertumbuh-kembangnya eksplorasi
kebudayaan di setiap kelompok guna “menemukan” kembali dan atau melestarikan
solidaritas identitas yang dimiliki. Eksplorasi tersebut sangat bermanfaat bagi
eksistensi kelompok identitas yang memiliki jumlah besar (mayoritas). Disini,
pendekatan politik terlihat dari banyaknya dukungan para elit politik guna
menggerakkan pertumbuhan budaya dan kemudian sebagai “konsekuensi” logis untuk
mendapatkan dukungan dari kelompok identitas (simbiosis mutualisme).
Pendekatan
politik kelompok akan menjadi sangat “berharga” untuk diperebutkan. Mengapa
demikian? Fenomena ini terjadi karena adanya perebutan kekuasaan melalui cermin
kebanggaan identitas yang lebih cenderung pada etnisitas. Kecenderungan
tersebut cukup beralasan, karena masyarakat kita hari ini masih dalam tahap
mencari “jati diri” sebagai identitas sosial-politik. Jati diri yang paling
mudah didapatkan/dirasakan adalah identitas etnisitas yang sekaligus menjadi
perekat solidaritas sosial-politik. Perebutan kekuasaan ini tidak semata-mata
hanya berpijak pada “kontribusi” penguasa terhadap kelompok yang diwakilinya,
namun juga terhadap kelompok lain yang selama ini menjadi bagian pendukung
karena memiliki kesamaan identitas. Dari analisa tersebut, jalan koalisi antar
kelompok berbeda identitas belum bisa dijadikan jaminan kesuksesan. Jaminan
kesuksesan itu tidak muncul karena tingkat eksistensi politik identitas menjadi
sangat dominan di negeri ini, sehingga kebanggan identitas akan terletak pada
kelompok identitas mana yang berada di puncak kekuasaan.
Beberapa Pendekatan Lain dalam kajian Ilmu Politik
- Pendekatan Behavioral
Jika
pendekatan Institusionalisme meneliti lembaga-lembaga negara (abstrak),
pendekatan behavioralisme khusus membahas tingkah laku politik individu.
Behavioralisme menganggap individu manusia sebagai unit dasar politik (bukan
lembaga, seperti pendekatan Institusionalisme). Mengapa satu individu
berperilaku politik tertentu serta apa yang mendorong mereka, merupakan
pertanyaan dasar dari behavioralisme. Misalnya, behavioralisme meneliti
motivasi apa yang membuat satu individu ikut dalam demonstrasi, apakan individu
tertentu bertoleransi terhadap pandangan politik berbeda, atau mengapa si A
atau si B ikut dalam partai X bukan partai Y?
- Pendekatan Plural
Pendekatan
ini memandang bahwa masyarakat terdiri atas beraneka ragam kelompok. Penekanan
pendekatan pluralisme adalah pada interaksi antar kelompok tersebut. C. Wright
Mills pada tahun 1961 menyatakan bahwa interaksi kekuasaan antar kelompok
tersusun secara piramidal. Robert A. Dahl sebaliknya, pada tahun 1963
menyatakan bahwa kekuasaan antar kelompok relatif tersebar, bukan piramidal.
Peneliti lain, yaitu Floyd Huter menyatakan bahwa karakteristik hubungan antar
kelompok bercorak top-down (mirip seperti Mills).
- Pendekatan Struktural
Penekanan
utama pendekatan ini adalah pada anggapan bahwa fungsi-fungsi yang ada di
sebuah negara ditentukan oleh struktur-struktur yang ada di tengah masyarakat,
buka oleh mereka yang duduk di posisi lembaga-lembaga politik. Misalnya, pada
zaman kekuasaan Mataram (Islam), memang jabatan raja dan bawahan dipegang oleh
pribumi (Jawa). Namun, struktur masyarakat saat itu tersusun secara piramidal
yaitu Belanda dan Eropa di posisi tertinggi, kaum asing lain (Cina, Arab,
India) di posisi tengah, sementara bangsa pribumi di posisi bawah. Dengan
demikian, meskipun kerajaan secara formal diduduki pribumi, tetapi kekuasaan
dipegang oleh struktur teratas, yaitu Belanda (Eropa).
Contoh
lain dari strukturalisme adalah kerajaa Inggris. Dalam analisa Marx, kekuasaan
yang sesungguhnya di Inggris ukan dipegang oleh ratu atau kaum bangsawasan,
melainkan kaum kapitalis yang ‘mendadak’ kaya akibat revolusi industri. Kelas
kapitalis inilah (yang menguasai perekonomian negara) sebagai struktur masyarakat
yang benar-benar menguasai negara. Negara, bagi Marx, hanya alat dari struktur
kelas ini.
- Pendekatan Developmental
Pendekatan
ini mulai populer saat muncul negara-negara baru pasca perang dunia II.
Pendekatan ini menekankan pada aspek pembangunan ekonomi serta politik yang
dilakukan oleh negara-negara baru tersebut. Karya klasik pendekatan ini
diwakili oleh Daniel Lerner melalui kajiannya di sebuah desa di Turki pada
tahun 1958. Menurut Lerner, mobilitas sosial (urbanisasi, literasi, terpaan
media, partisipasi politik) mendorong pada terciptanya demokrasi.
Karya
klasik lain ditengarai oleh karya Samuel P. Huntington dalam “Political Order
in Changing Society” pada tahun 1968. Karya ini membantah kesimpulan Daniel
Lerner. Bagi Huntington, mobilitas sosial tidak secara linear menciptakan
demokrasi, tetapi dapat mengarah pada instabilitas politik. Menurut Huntington,
jika partisipasi politik tinggi, sementara kemampuan pelembagaan politik
rendah, akan muncul situasi disorder. Bagi Huntington, hal yang harus segera
dilakukan negara baru merdeka adalah memperkuat otoritas lembaga politik
seperti partai politik, parlemen, dan eksekutif.
Kedua
peneliti terdahulu berbias ideologi Barat. Dampak dari ketidakmajuan
negara-negara baru tidak mereka sentuh. Misalnya, negara dengan sumberdaya alam
makmur megapa tetap saja miskin. Penelitian jenis baru ini diperkenalkan oleh
Andre Gunder Frank melalui penelitiannya dalam buku “Capitalism and
Underdevelopment in Latin America. Bagi Frank, penyebab terus miskinnya negara-negara
‘dunia ketiga’ adalah akibat :
- modal asing
- perilaku pemerintah lokal yang korup
- kaum borjuis negara satelit yang ‘manja’ pada pemerintahnya
Frank
menyarankan agar negara-negara ‘dunia ketiga’ memutuskan seluruh hubungan
dengan negara maju (Barat).
Referensi
0 Response to "pendekatan dalam Ilmu politik"
Post a Comment