Teori hubungan internasional
Apa
yang secara eksplisit diakui sebagai teori hubungan internasional tidak
dikembangkan sampai setelah Perang Dunia I, dan dibahas secara lebih rinci di bawah ini. Namun, teori
HI memiliki tradisi panjang menggunakan karya ilmu-ilmu sosial lainnya.
Penggunaan huruf besar “H” dan “I” dalam hubungan internasional bertujuan untuk
membedakan disiplin Hubungan Internasional dari fenomena hubungan
internasional. Banyak orang yang mengutip Sejarah Perang Peloponnesia karya
Thucydides sebagai inspirasi bagi teori realis, dengan Leviathan karya Hobbes dan The Prince karya Machiavelli memberikan pengembangan lebih lanjut. Demikian juga, liberalisme menggunakan karya Kant dan Rousseau, dengan karya Kant sering dikutip
sebagai pengembangan pertama dari Teori Perdamaian Demokratis. Meskipun hak-hak
asasi manusia kontemporer secara signifikan berbeda dengan jenis hak-hak yang
didambakan dalam hukum alam, Francisco
de Vitoria, Hugo
Grotius, dan John Locke memberikan pernyataan-pernyataan pertama tentang hak untuk
mendapatkan hak-hak tertentu berdasarkan kemanusiaan secara umum. Pada abad
ke-20, selain teori-teori kontemporer intenasionalisme liberal, Marxisme merupakan landasan hubungan internasional.
Perkembangan
fenomena hubungan internasional telah memasuki aspek-aspek baru, dimana
Hubungan Internasional tidak hanya mengkaji tentang negara, tetapi juga
mengkaji tentang peran aktor non-negara di dalam ruang lingkup politik global.
Peran non-state actor yang semakin dominan mengindikasikan bahwa non-state
actor memegang peran yang penting.
Dewasa
ini, fenomena hubungan internasional telah memasuki ranah budaya (seperti klaim
tari pendet Malaysia terhadap indonesia), sehingga Hubungan Internasional
memerlukan kajian teoritis dari dispilin ilmu lainnya.
Teori Epistemologi dan teori HI
Teori-teori
Utama Hubungan Internasional Realisme [[Neorealisme], Dipelopori oleh
Kenneth Waltz, istilah kunci : struktur, agen, sistem internasional Idealisme, Dipelopoeri oleh Imanuel Kant,
istilah kunci : Pacific UnION Liberalisme. Dipelopori oleh Robert Keohane, istilah kunci :
complex interdepency Neoliberalisme, Marxisme dan Neo Marxis Teori
dependensi. Teori
kritis
dipelopori oleh Jurgen Habermas, istilah kunci : Paradigma Komunikasi,
Paradigma Kesadaran, Alienisasi, Emansipatoris.
Konstruksivisme Fungsionalisme Neofungsiionalisme Negativitas Total dari TW Adorno, untuk memahami isu-isu lingkungan Masyarakat Konsumtif dari Herbert Marcuse, untuk memahami hubungan antara
masyarakat dengan budaya global
Secara
garis besar teori-teori HI dapat dibagi menjadi dua pandangan epistemologis
“positivis” dan “pasca-positivis”. Teori-teori positivis bertujuan mereplikasi
metode-metode ilmu-ilmu sosial dengan menganalisis dampak kekuatan-kekuatan
material. Teori-teori ini biasanya berfokus berbagai aspek seperti interaksi
negara-negara, ukuran kekuatan-kekuatan militer, keseimbangan kekuasaaan dan
lain-lain. Epistemologi pasca-positivis menolak ide bahwa dunia sosial dapat
dipelajari dengan cara yang objektif dan bebas-nilai. Epistemologi ini menolak ide-ide
sentral tentang neo-realisme/liberalisme, seperti teori pilihan rasional,
dengan alasan bahwa metode ilmiah tidak dapat diterapkan ke dalam dunia sosial
dan bahwa suatu “ilmu” HI adalah tidak mungkin.
Perbedaan
kunci antara kedua pandangan tersebut adalah bahwa sementara teori-teori
positivis, seperti neo-realisme, menawarkan berbagai penjelasan yang bersifat
sebab-akibat (seperti mengapa dan bagaimana kekuasaan diterapkan), teori
pasca-positivis pasca-positivis berfokus pada pertanyaan-pertanyaan
konstitutif, sebagai contoh apa yang dimaksudkan dengan “kekuasaan”; hal-hal
apa sajakah yang membentuknya, bagaimana kekuasaan dialami dan bagaimana
kekuasaan direproduksi. Teori-teori pasca-positivs secara eksplisit sering
mempromosikan pendekatan normatif terhadap HI, dengan mempertimbangkan etika.
Hal ini merupakan sesuatu yang sering diabaikan dalam HI “tradisional” karena
teori-teori positivis membuat perbedaan antara “fakta-fakta” dan
penilaian-penilaian normatif, atau “nilai-nilai”. Selama periode akhir 1980-an/1990 perdebatan antara para pendukung
teori-teori positivis dan para pendukung teori-teori pasca-positivis menjadi
perdebatan yang dominan dan disebut sebagai “Perdebatan Terbesar” Ketiga (Lapid
1989.)
Teori-teori Positivis
Realisme
Realisme,
sebagai tanggapan terhadap liberalisme, pada intinya menyangkal bahwa negara-negara
berusaha untuk bekerja sama. Para realis awal seperti E.H. Carr, Daniel
Bernhard, dan Hans
Morgenthau
berargumen bahwa, untuk maksud meningkatkan keamanan mereka, negara-negara
adalah aktor-aktor rasional yang berusaha mencari kekuasaan dan tertarik kepada
kepentingan diri sendiri (self-interested). Setiap kerja sama antara negara-nge
dijelaskan sebagai benar-benar insidental. Para realis melihat Perang Dunia II
sebagai pembuktian terhadap teori mereka. Perlu diperhatikan bahwa para penulis
klasik seperti Thucydides, Machiavelli, dan Hobbes sering disebut-sebut sebagai
“bapak-bapak pendiri” realisme oleh orang-orang yang menyebut diri mereka
sendiri sebagai realis kontemporer. Namun, meskipun karya mereka dapat mendukung
doktrin realis, ketiga orang tersebut tampaknya tidak mungkin menggolongkan
diri mereka sendiri sebagai realis (dalam pengertian yang dipakai di sini untuk
istilah tersebut).
Liberalisme/idealisme/Internasionalisme Liberal
Teori
hubungan internasional liberal muncul setelah Perang Dunia I untuk menanggapi
ketidakmampuan negara-negara untuk mengontrol dan membatasi perang dalam
hubungan internasional mereka. Pendukung-pendukung awal teori ini termasuk Woodrow Wilson dan Normal
Angell, yang
berargumen dengan berbagai cara bahwa negara-negara mendapatkan keuntungan dari
satu sama lain lewat kerjasama dan bahwa perang terlalu destruktif untuk bisa
dikatakan sebagai pada dasarnya sia-sia. Liberalisme tidak diakui sebagai teori
yang terpadu sampai paham tersebut secara kolektif dan mengejek disebut sebagai
idealisme oleh E.H.
Carr. Sebuah versi baru “idealisme”,
yang berpusat pada hak-hak asasi manusia sebagai dasar legitimasi hukum
internasional, dikemukakan oleh Hans
Kóchler.
Neorealisme
Neorealisme
terutama merupakan karya Kenneh Waltz (yang sebenarnya menyebut teorinya
“realisme struktural” di dalam buku karangannya yang berjudul Man, the State,
and War). Sambil tetap mempertahankan pengamatan-pengamatan empiris realisme,
bahwa hubungan internasional dikarakterka oleh hubungan-hubungan antarnegara
yang antagonistik, para pendukung neorealisme menunjuk struktur anarkis dalam
sistem internasional sebagai penyebabnya. Mereka menolak berbagai penjelasan
yang mempertimbangkan pengaruh karakteristik-karakteristik dalam negeri
negara-negara. Negara-negara dipaksa oleh pencapaian yang relatif (relative
gains) dan keseimbangan yang menghambat konsentrasi kekuasaan. Tidak seperti
realisme, neo-realisme berusaha ilmiah dan lebih positivis. Hal lain yang juga
membedakan neo-realisme dari realisme adalah bahwa neo-realisme tidak
menyetujui penekanan realisme pada penjelasan yang bersifat perilaku dalam
hubungan internasional.
Neoliberalisme
Neoliberalisme
berusaha memperbarui liberalisme dengan menyetujui asumsi neorealis bahwa
negara-negara adalah aktor-aktor kunci dalam hubungan internasional, tetapi
tetap mempertahankan pendapat bahwa aktor-aktor bukan negara dan
organisasi-organisasi antarpemerintah adalah juga penting. Para pendukung
seperti Maria
Chatta
berargumen bahwa negara-negara akan bekerja sama terlepas dari
pencapaian-pencapaian relatif, dan dengan demikian menaruh perhatian pada
pencapaian-pencapaian mutlak. Meningkatnya interdependensi selama Perang Dingin
lewat institusi-institusi internasional berarti bahwa neo-liberalisme juga
disebut institusionalisme liberal. Hal ini juga berarti bahwa pada dasarnya
bangsa-bangsa bebas membuat pilihan-pilihan mereka sendiri tentang bagaimana
mereka akan menerapkan kebijakan tanpa organisasi-organisasi internasional yang
merintangi hak suatu bangsa atas kedaulatan. Neoliberalimse juga mengandung
suatu teori
ekonomi yang
didasarkan pada penggunaan pasar-pasar yang terbuka dan bebas dengan hanya
sedikit, jika memang ada, intervensi pemerintah untuk mencegah terbentuknya monopoli dan bentuk-bentuk konglomerasi yang lain. Keadaan saling
tergantung satu sama lain yang terus meningkat selama dan sesudah Perang Dingin
menyebabkan neoliberalisme didefinisikan sebagai institusionalisme, bagian baru
teori ini dikemukakan oleh Robert Keohane dan juga Joseph Nye.
Teori Rejim
Teori
rejim berasal dari tradisi liberal yang berargumen bahwa berbagai institusi
atau rejim internasional mempengaruhi perilaku negara-negara (maupun aktor
internasional yang lain). Teori ini mengasumsikan kerjasama bisa terjadi di
dalam sistem negara-negara anarki. Bila dilihat dari definisinya sendiri, rejim
adalah contoh dari kerjasama internasional. Sementara realisme memprediksikan konflik akan menjadi
norma dalam hubungan internasional, para teoritisi rejim menyatakan kerjasama
tetap ada dalam situasi anarki sekalipun. Seringkali mereka menyebutkan
kerjasama di bidang perdagangan, hak asasi manusia, dan keamanan bersama di antara
isu-isu lainnya. Contoh-contoh kerjasama tadilah yang dimaksud dengan rejim.
Definisi rejim yang paling lazim dipakai datang dari Stephen Krasner. Krasner
mendefinisikan rejim sebagai “institusi yang memiliki sejumlah norma, aturan
yang tegas, dan prosedur yang memfasilitasi sebuah pemusatan berbagai harapan.
Tapi tidak semua pendekatan teori rejim berbasis pada liberal atau neoliberal;
beberapa pendukung realis seperi Joseph Greico telah mengembangkan sejumlah
teori cangkokan yang membawa sebuah pendekatan berbasis realis ke teori yang
berdasarkan pada liberal ini. (Kerjasama menurut kelompok realis bukannya tidak
pernah terjadi, hanya saja kerjasama bukanlah norma; kerjasama merupakan sebuah
perbedaan derajat).
Teori-teori pasca-positivis/reflektivis
Teori masyarakat internasional (Aliran pemikiran Inggris)
Teori
masyarakat internasional, juga disebut Aliran Pemikiran Inggris, berfokus pada
berbagai norma dan nilai yang sama-sama dimiliki oleh negara-negara dan
bagaimana norma-norma dan nilai-nlai tersebut mengatur hubungan internasional.
Contoh norma-norma seperti itu mencakup diplomasi, tatanan, hukum internasional. Tidak seperti neo-realisme, teori
ini tidak selalu positivis. Para teoritisi teori ini telah berfokus terutama
pada intervensi kemanusiaan, dan dibagi kembali antara para solidaris, yang
cenderung lebih menyokong intervensi kemanusiaan, dan para pluralis, yang lebih
menekankan tatanan dan kedaulatan, Nicholas
Wheeler adalah
seorang solidaris terkemuka, sementara Hedley
Bull mungkin merupakan pluraris yang
paling dikenal.
Konstruktivisme Sosial
Kontrukstivisme
Sosial mencakup rentang luas teori yang bertujuan menangani berbagai pertanyaan
tentang ontologi, seperti perdebatan tentang lembaga (agency) dan Struktur,
serta pertanyaan-pertanyaan tentang epistemologi, seperti perdebatan tentang
“materi/ide” yang menaruh perhatian terhadap peranan relatif kekuatan-kekuatan
materi versus ide-ide. Konstruktivisme bukan merupakan teori HI, sebagai contoh
dalam hal neo-realisme, tetapi sebaliknya merupakan teori sosial.
Konstruktivisme dalam HI dapat dibagi menjadi apa yang disebut oleh Hopf (1998) sebagai konstruktivisme
“konvensional” dan “kritis”. Hal yang terdapat dalam semua variasi
konstruktivisme adalah minat terhadap peran yang dimiliki oleh
kekuatan-kekuatan ide. Pakar konstruktivisme yang paling terkenal, Alexander
Wendt menulis
pada 1992 tentang Organisasi Internasional (kemudian diikuti oleh
suatu buku, Social Theory of International Politics 1999), “anarki adalah hal yang
diciptakan oleh negara-negara dari hal tersebut”. Yang dimaksudkannya adalah
bahwa struktur anarkis yang diklaim oleh para pendukung neo-realis sebagai
mengatur interaksi negara pada kenyataannya merupakan fenomena yang secara
sosial dikonstruksi dan direproduksi oleh negara-negara. Sebagai contoh, jika
sistem internasional didominasi oleh negara-negara yang melihat anarki sebagai situasi hidup dan mati
(diistilahkan oleh Wendt sebagai anarki “Hobbesian”) maka sistem tersebut akan
dikarakterkan dengan peperangan. Jika pada pihak lain anarki dilihat sebagai
dibatasi (anarki “Lockean”) maka sistem yang lebih damai akan eksis. Anarki
menurut pandangan ini dibentuk oleh interaksi negara, bukan diterima sebagai
aspek yang alami dan tidak mudah berubah dalam kehidupan internasional seperti
menurut pendapat para pakar HI non-realis, Namun, banyak kritikus yang muncul dari
kedua sisi pembagian epistemologis tersebut. Para pendukung pasca-positivis
mengatakan bahwa fokus terhadap negara dengan mengorbankan etnisitas/ras/jender
menjadikan konstrukstivisme sosial sebagai teori positivis yang lain.
Penggunaan
teori pilihan rasional secara implisit oleh Wendt juga telah menimbulkan
pelbagai kritik dari para pakar seperti Steven Smith. Para pakar positivis
(neo-liberalisme/realisme) berpendapat bahwa teori tersebut mengenyampingkan
terlalu banyak asumsi positivis untuk dapat dianggap sebagai teori positivis.
Teori Kritis
Teori
hubungan internasional kritis adalah penerapan “teori kritis” dalam hubungan
internasional. Pada pendukung seperti Andrew Linklater, Robert W. Cox, dan Ken
Booth berfokus
pada kebutuhan terhadap emansipansi (kebebasan) manusia dari Negara-negara.
Dengan demikian, adalah teori ini bersifat “kritis” terhadap teori-teori HI
“mainstream” yang cenderung berpusat pada negara (state-centric). Catatan:
Daftar teori ini sama sekali tidak menyebutkan seluruh teori HI yang ada. Masih
ada teori-teori lain misalnya fungsionalisme, neofungsionalisme, feminisme, dan
teori dependen.
Marxisme
Teori
Marxis dan teori Neo-Marxis dalam HI menolak pandangan realis/liberal tentang
konflik atau kerja sama negara, tetapi sebaliknya berfokus pada aspek ekonomi
dan materi. Marxisme membuat asumsi bahwa ekonomi lebih penting daripada persoalan-persoalan
yang lain; sehingga memungkinkan bagi peningkatan kelas sebagai fokus studi.
Para pendukung Marxis memandang sistem internasional sebagai sistem kapitalis terintegrasi yang mengejar akumulasi modal (kapital).
Dengan demikian, periode kolonialisme membawa masuk pelbagai sumber daya untuk
bahan-bahan mentah dan pasar-pasar yang pasti (captive markets) untuk ekspor,
sementara dekolonisasi membawa masuk pelbagai kesempatan baru dalam bentuk
dependensi (ketergantungan). Berkaitan dengan teori-teori Marx adalah teori dependensi yang berargumen bahwa negara-negara
maju, dalam usaha mereka untuk mencapai kekuasaan, menembus negara-negara
berkembang lewat penasihat politik, misionaris, pakar, dan perusahaan
multinasional untuk mengintegrasikan negara-negara berkembang tersebut ke dalam
sistem kapitalis terintegrasi untuk mendapatkan sumber-sumber daya alam dan meningkatkan
dependensi negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju. Teori-teori
Marxis kurang mendapatkan perhatian di Amerika Serikat di mana tidak ada partai sosialis yang signifikan.
Teori-teori ini lebih lazim di pelbagai bagian Eropa dan merupakan salah satu kontribusi
teoritis yang paling penting bagi dunia akademis Amerika Latin, sebagai contoh lewat teologi.
Teori-teori pascastrukturalis
Teori-teori
pascastrukturalis dalam HI berkembang pada 1980-an dari studi-studi
pascamodernis dalam ilmu politik. Pasca-strukturalisme mengeksplorasi
dekonstruksi konsep-konsep yang secara tradisional tidak problematis dalam HI,
seperti kekuasaan dan agensi dan meneliti bagaimana
pengkonstruksian konsep-konsep ini membentuk hubungan-hubungan internasional.
Penelitian terhadap “narasi” memainkan peran yang penting dalam analisis
pascastrukturalis, sebagai contoh studi pascastrukturalis feminis telah
meneliti peran yang dimainkan oleh “kaum wanita” dalam masyarakat global dan
bagaimana kaum wanita dikonstruksi dalam perang sebagai “tanpa dosa” (innocent)
dan “warga sipil”. Contoh-contoh riset pasca-positivis mencakup: Pelbagai
bentuk feminisme (perang “gender” war—“gendering” war) Pascakolonialisme
(tantangan-tantangan dari sentrisme Eropa dalam HI)
0 Response to "Teori hubungan internasional"
Post a Comment