Perkembangan Politik Lokal Di Kabupaten Wajo
Menurut
buku “politik lokal di Indonesia”
Oleh Gerry Van Klinken, Henk Schulte Nordholt, Ireen Hoogenboom ,
dan artikel tentang “perilaku orang
bugis dalam dinamika politik lokal”
oleh Andi Ahmad Yani Perkembangan politik di wajo di mulai
pada peradaban Bugis-Makassar. Konsep
ini dapat dilihat dari fakta sejarah bahwa hampir semua kerajaan atau sistem
pemerintahan di Bugis dan Makassar terbangun dari adanya perjanjian politik
antara kelompok (Anang) dalam wilayah pemukiman masing-masing (Wanua) untuk
mengangkat To Manurung sebagai pemimpin atau raja mereka. Seperti di Kerajaan
Luwu, Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone, Kerajaan Pammana kemudian bubar menjadi
kerajaan wajo, Kerajaan Soppeng, Kerajaan Sinjai, dan Kerajaan Toraja yang meyakini bahwa founding fathers
kerajaannya adalah To Manurung. (Mattulada,1975 dan 1998, Laica
Marzuki,2005, Pelras, 2006)
Kerajaan
Wajo yang merupakan salah satu kerajaan besar Bugis, namun tidak memiliki
konsepsi kepemimpinan To Manurung. Yang menarik adalah mereka bersama-sama
memilih pemimpinnya (matoa) yang memenuhi syarat-syarat kepemimpinan yang telah
ditentukan sebelumnya. Kandidat matoa bisa berasal dari tiga kelompok
masyarakat yang merupakan awal Kerajaan Wajo, yaitu Betteng Pola, Talo Ténreng
dan Tua’. Dan bisa juga berasal dari luar kalangan mereka, tentunya jika
memenuhi syarat kepemimpinan tadi.
Dalam
kerajaan wajo Pemimpin tertinggi di sebut Arung Matoa Wajo. Arung Matoa Wajo
dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh tiga orang yaitu Paddanréng atau
Ranré ng (sekutu) yaitu Paddanréng Betteng Pola, Paddanréng Tola Ténreng, dan
Paddanréng Tua’. Terdapat juga tiga pejabat tinggi Tana Wajo lain yaitu Pabbaté
Lompo atau Baté Lompo (panji-panji kaum) yang juga mewakili tiga daerah sekutu.
Tugas Baté Lompo ini pada awalnya adalah untuk keamanan dalam wilayahnya
masing-masing. Seiring pertumbuhan pemerintahan mereka pun berfungsi sebagai
menteri-menteri pembantu Arung Matoa Wajo.
Pucuk
pimpinan pemerintahan tertinggi Tana Wajo di sebut Petta Wajo (Pertuanan Tana
Wajo) yaitu sistem presidium yang terdiri atas Arung Matoa ditambah dengan
Arung Ennenngé atau Petta Ennenngé (enam petinggi) yang anggotanya adalah tiga
orang Padanréng dan tiga orang Baté Lompo. Lembaga pimpinan tertinggi kerajaan
Wajo ini di bantu oleh Arung Mabbicara sebagai lembaga pembuat undang-undang.
Disamping itu juga terdapat lembaga yang disebut Suro ri Bateng yang
beranggotakan tiga orang yang berasal dari 3 wanua asal yang 3 tugas yaitu
untuk menyampaikan hasil permufakatan dan perinah dari Padanreng kepada rakyat,
menyampaikan perintah-perintah Bate-Lompo kepada rakyat, dan menyampaikan hasil
permufakatan dan perintah dari Petta Wajo
Jadi
terdapat 40 orang dalam lembaga pemerintahan Tana Wajo, yang terdiri atas 1
orang Arung Matoa, 6 orang Arung Ennengnge, 30 orang Arung Mabbicara, dan 3
orang Suro ri Bateng. Ke 40 orang atau jabatan ini disebut Arung Patappuloe
(pertuanan yang empat puluh) atau Puang ri Wajo (penguasa Tana Wajo).yang
selanjutnya memangku kedaulatan Tana Wajo yang disebut Paoppang,Palengenngi
Tana Wajo ( Yang dapat menelungkupkan dan menengadahkan Tana Wajo). Di bawah
setiap Paddanreng (Kepala Negeri), terdapat Punggawa atau Matoa yang menjadi
pemimpin disetiap wanua asal, yaitu Majauleng, Sabbang Paru dan Takkalalla’.
matoa-matoa atau punggawa-punggawa ini sering disebut inanna tau megae (induk
dari semua orang).
Para
Matoa atau Punggawa menjalankan pemerintahan secara otonom dan juga menjadi
perpanjangan tangan antara Petta Wajo dengan para Arung Lili’ (Raja-raja
bawahan) di seluruh Tana Wajo.
Sistem sosial politik seperti ini
akan berimplikasi pada lahirnya stratifikasi sosial di masyarakat. Terdapat
suatu kelompok sosial tertentu yang memiliki status sosial dan budaya
tersendiri karena memiliki penguasaan resources yang tentu berbanding lurus
dengan tingkat kekuasaan yang dimilikinya. Pengakuan terhadap status sosial
mereka memperkuat stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Konsep stratifikasi sosial ini
diuraikan di La Galigo dalam mitos tentang nenek moyang orang bugis yang pada
akhirnya membedakan dua jenis manusia. Pertama, mereka yang “berdarah putih”
yang keturunan déwata dan kedua adalah jenis manusia yang ”berdarah merah”
yaitu rakyat biasa, rakyat jelata, atau budak. Ditekankan kemudian bahwa
stratifikasi sosial ini mutlak dan tidak boleh tercampur. Meskipun aturan ini
semakin longgar seiring waktu bergulir. (Pelras,196;2006) Untuk menegaskan
hirarki dalam masyarakat tradisional bugis maka terbentuklah simbol-simbol
tertentu yang menunjukkan status sosial mereka. Dengan simbol ini maka
masyarakat kemudian mengetahui dengan siapa mereka berinteraksi. Hal ini
berkaitan dengan tata cara berperilaku yang seharusnya menurut nilai-nilai
sosial yang telah ditetapkan.
Berkaitan
dengan pembagian dua jenis strata sosial orang Bugis yaitu hierarki status
seseorang berdasarkan “warna darah” atau keturunan dan kedua adalah hierarki
sistem pemerintahan yang terdiri atas teritorial tertentu dengan hukum dan
pemimpinnya masing-masing. Secara alamiah akan terjadi persaingan atau
perselisihan antar mereka yang sederajat dan kadang kala terbangun assosiasi
antar strata sosial, baik yang sederajat ataupun yang tidak sederajat. Hingga
pada titik tertentu akan terjadi afiliasi-afiliasi antar kelompok atau antar
individu untuk merealisasikan atau mempertahankan suatu kepentingan politik
atau ekonomi tertentu. Pada fase inilah secara sadar atau tidak sadar terbangun
suatu relasi yang biasa disebut patron-klien.
Dan di era sekarang ini Kabupaten Wajo yang merupakan
salah satu daerah terkenal di Provinsi Sulawesi selatan karena kaya akan budaya
dan memiliki tiga dimensi wilayah yang sangat subur, potensi sumber daya alam
yang memadai dengan luas wilayah 2.506,19 Kilometer persegi atau sekitar 4,01
persen dari luas wilayah Sulsel
Untuk mewujudkan pembangunan yang lebih baik di Wajo, H.Andi Burhanuddin Unru sebagai Bupati Wajo menargetkan optimalisasi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui ekonomi kerakyatan dan penurunan angka kemiskinan. Dan menururut Mantan Sekda Wajo mengukapkan bahwa "Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, Wajo sudah berkembang sangat pesat, dimana skala prioritas yang menjadi perharian kita seperti pengembangan ekonomi kerakyatan dan investasi, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan pelayanan hak dasar masyarakat, peningkatan infrastruktur dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pemanfaaatan dan penataan ruang yang berkualitas dan lainnya,"
Pertumbuhan ekonomi yang cepat ini sejalan dengan visi-misi yang diusung H.Andi Burhanuddin Unru yakni menjadikan Kabupaten Wajo sebagai kabupaten terbaik dalam pelayanan hak dasar dan tata pemerintahan yang profesional. Disamping itu, dalam rangka peningkatan program dan kegiatan prioritas pada setiap tahunnya. Pemkab Wajo terus berupaya menciptakan keselarasan program-program pembangunan daerah yang akan di danai dari berbagai sumber pendanaan. "Program prioritas sudah berjalan dan ini terus diupayakan untuk melanjutkan pembangunan yang yang berpihak pada masyarakat. Dan semoga di masa kepemimpinan saya saat ini, masyarakat terus meminta untuk melanjutkan pembangunan ini untuk kepemimpinan Kabupaten Wajo mendatang," tandasnya.
Salah satu upaya yang dilakukan kata dia, adalah dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip yang mendorong tercapainya keserasian, sinergitas, efektifitas dan efisiensi sumber pendanaan untuk pembangunan daerah. Berbagai program dan kegiatan pembangunan daerah diintegrasikan dengan program dan kegiatan yang menjadi kewenangan pemerintah propinsi dan pemerintah pusat.
"Pemerintah Kabupaten Wajo dalam kurun waktu empat tahun terakhir, telah banyak mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari pertumbuhan ekonomi maupun tingkat kesejahteraan masyarakat sendiri. Kondisi ini sudah sangat membuktikan bahwa pemerintahan saat ini, telah mampu membawa Kabupaten Wajo ke arah kemajuan,
Untuk mewujudkan pembangunan yang lebih baik di Wajo, H.Andi Burhanuddin Unru sebagai Bupati Wajo menargetkan optimalisasi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui ekonomi kerakyatan dan penurunan angka kemiskinan. Dan menururut Mantan Sekda Wajo mengukapkan bahwa "Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, Wajo sudah berkembang sangat pesat, dimana skala prioritas yang menjadi perharian kita seperti pengembangan ekonomi kerakyatan dan investasi, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan pelayanan hak dasar masyarakat, peningkatan infrastruktur dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, peningkatan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pemanfaaatan dan penataan ruang yang berkualitas dan lainnya,"
Pertumbuhan ekonomi yang cepat ini sejalan dengan visi-misi yang diusung H.Andi Burhanuddin Unru yakni menjadikan Kabupaten Wajo sebagai kabupaten terbaik dalam pelayanan hak dasar dan tata pemerintahan yang profesional. Disamping itu, dalam rangka peningkatan program dan kegiatan prioritas pada setiap tahunnya. Pemkab Wajo terus berupaya menciptakan keselarasan program-program pembangunan daerah yang akan di danai dari berbagai sumber pendanaan. "Program prioritas sudah berjalan dan ini terus diupayakan untuk melanjutkan pembangunan yang yang berpihak pada masyarakat. Dan semoga di masa kepemimpinan saya saat ini, masyarakat terus meminta untuk melanjutkan pembangunan ini untuk kepemimpinan Kabupaten Wajo mendatang," tandasnya.
Salah satu upaya yang dilakukan kata dia, adalah dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip yang mendorong tercapainya keserasian, sinergitas, efektifitas dan efisiensi sumber pendanaan untuk pembangunan daerah. Berbagai program dan kegiatan pembangunan daerah diintegrasikan dengan program dan kegiatan yang menjadi kewenangan pemerintah propinsi dan pemerintah pusat.
"Pemerintah Kabupaten Wajo dalam kurun waktu empat tahun terakhir, telah banyak mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari pertumbuhan ekonomi maupun tingkat kesejahteraan masyarakat sendiri. Kondisi ini sudah sangat membuktikan bahwa pemerintahan saat ini, telah mampu membawa Kabupaten Wajo ke arah kemajuan,
Dan kesimpulannya perkembangan politik dikabupaten
wajo diawali pada masa kerajaan wajo hingga saat ini terus berkembang menjadi
dareah otonom hingga masa sekarang dengan mengadopsi perilaku luhur orang dulu
sehingga kabupaten wajo dapat berkembang pesat karena dipengaruhi perilaku
masyarakatnya, sumber daya alam yang ada
dan system politik local yang menjadi
landasan masyarakat wajo untuk menempuh jalan kesejahteraan dimasa yang akan
datang.
0 Response to "Perkembangan Politik Lokal Di Kabupaten Wajo"
Post a Comment