Pengaruh Teori Malthus dengan Permasalahan Penduduk di Indonesia



Pengaruh Teori Malthus dengan Permasalahan Penduduk di Indonesia

 Malthus adalah orang pertama yang mengemukakan tentang penduduk. Dalam “Essay on Population”, Malthus beranggapan bahwa bahan makanan penting untuk kelangsungan hidup, nafsu manusia tak dapat ditahan dan pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan.
Teori Malthus menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sedangakn pertumbuhan ketersediaan pangan mengikuti deret hitung, pada kasus ini dimana terdapat permasalahan meledaknya jumlah penduduk dikota yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan pun berkurang, hal ini merupakan perimbangan yang kurang menguntungkan jika kita kembali kepada teori Malthus.
Teori Malthus jelas menekankan tentang pentingnya keseimbangan pertambahan jumlah penduduk menurut deret ukur terhadap persediaan bahan makanan menurut deret hitung. Teori Malthus tersebut sebetulnya sudah mempersoalkan daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan. Tanah sebagai suatu komponen lingkungan alam tidak mampu menyediakan hasil pertanian untuk mencukupi kebutuhan jumlah penduduk yang terus bertambah dan makin banyak. Daya dukung tanah sebagai komponen lingkungan menurun, karena beban manusia yang makin banyak. Jumlah penduduk harus seimbang dengan batas ambang lingkungan, agar tidak menjadi beban lingkungan atau mengganggu daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan menampakkan bencana alam berupa banjir, kekeringan, gagal panen, kelaparan, wabah penyakit dan kematian.
Menurut pendapatnya, faktor pencegah dari ketidakseimbangan penduduk dan manusia antara lain Preventive checks (penundaan perkawinan, mengendalikan hawa nafsu dan pantangan kawin), Possitive checks (bencana alam, wabah penyakit, kejahatan dan peperangan).
Permasalahan Penduduk di Indonesia
Masalah kependudukan merupakan masalah umum yang dimiliki oleh setiap negara di dunia ini, termasuk Indonesia. Secara umum, masalah kependudukan di berbagai negara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dalam hal kuantitas/ jumlah penduduk dan kualitas penduduknya. Indonesia merupakan negara dengan nomor urut keempat dalam besarnya jumlah penduduk setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut data statistik dari BPS, jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 225 juta jiwa, dengan angka pertumbuhan bayi sebesar 1,39 % per tahun. Angka pertumbuhan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan angka pertumbuhan bayi pada tahun 1970, yaitu sebesar 2,34%. Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, maka pertambahan penduduk setiap tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah itu sama dengan jumlah seluruh penduduk di Singapura.
Lonjakan penduduk yang sangat tinggi atau baby booming di Indonesia akan berdampak sangat luas, termasuk juga dampak bagi ekologi atau lingkungan hidup. Hal itu dapat mengganggu keseimbangan, bahkan merusak ekosistem yang ada. Masalah kependudukan di Indonesia saat ini menjadi sangat rawan bila tidak ada usaha untuk mengelola ledakan penduduk dengan baik, yang merupakan bahaya besar. Jumlah penduduk yang tidak terkendali akan mendatangkan sejumlah persoalan.
Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, membuat tekanan terhadap lingkungan hidup menjadi sangat besar. Paling tidak, 40 juta penduduk hidupnya tergantung pada keanekaragaman hayati di pantai dan perairan. Pada saat yang sama, bahwa sekitar 20% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Saat yang sama banjir telah melanda di berbagai tempat di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia telah salah mengelola air di Bumi ini. Dampak lonjakan penduduk di Indonesia terhadap lingkungan hayati, sudah dapat kita lihat sejak tahun 2001, beberapa kawasan juga mengalami pencemaran.
Bagaimana Teori Malthus dapat menjawab permasalahan penduduk di Indonesia?
Menurut Malthus, pertumbuhan jumlah penduduk, bila tidak dikendalikan, akan naik menurut deret ukur (1,2,4,8,dst). Produksi pangan meningkat hanya menurut deret hitung (1,2,3,4,dst). Di Indonesia dengan ledakan penduduk saat ini, mengakibatkan dampak sosial yaitu mengalami krisis pangan. Bahkan di dunia pun terjadi krisis pangan global. Selain itu, semakin banyak terjadi urbanisasi karena orang-orang desa yang dulunya kecukupan pangan namun tidak menikmati pembangunan mulai berbondong-bondong pindah ke kota. Generasi muda tidak ada yang mau menjadi petani.
Teori Malthus menghendaki produksi pangan harus lebih besar dibandingkan jumlah dan pertumbuhan penduduk. Sehingga berdasarkan teori ini diperkirakan suatu saat suatu daerah di Indonesia tidak memiliki lahan pertanian lagi, sebab perkembangan yang pesat terjadi pada pembukaan dan penggunaan lahan untuk kawasan permukiman penduduk, namun ketersediaan lahan yang semakin terbatas telah menimbulkan biaya yang tinggi bagi penduduk untuk mendapatkannya. Hal ini berdampak kepada biaya investasi yang tinggi untuk membangun kawasan produktif yang strategis.
Apabila ditelaah lebih dalam maka teori Malthus tidak sepenuhnaya berlaku. Untuk pertama kali hubungan antara pangan dan penduduk teori Malthus untuk pertama kali hubungan antara pangan dan penduduk dibicarakan secara sistematis oleh Malthus sekitar abad ke-19. Namun pada hakekatnya masalah pangan telah ada pada masa-masa sebelumnya. Di berbagai negeri, masa-masa makmur sering diselingi oleh kekurangan pangan atau bahkan kelaparan masal yang merenggut banyak jiwa manusia. Banyak faktor penyebab lemahnya ketahanan pangan nasional yang berakhir pada ironi bangsa. Dengan SDA memadai serta luas lahan pertanian sebesar 107 juta hektar dari total luas daratan Indonesia sekitar 192 juta hektar, ternyata masih menyimpan cerita-cerita pilu.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2002), tidak termasuk Maluku dan Papua, sekitar 43,19 juta hektar telah digunakan untuk lahan sawah, perkebunan, pekarangan, tambak dan lading, lebih kurang 2,4 juta hektar untuk padang rumput, sedangkan 8,9 juta hektar untuk tanaman kayu-kayuan, dan lahan yang tidak diusahakan seluas 10,3 juta hektar (Republika, 16/6/2006).
Faktor tersebut antara lain tidak berimbangnya produksi pangan dengan populasi penduduk. Aksioma Robert Malthus tentang deret ukur dan deret hitung agaknya dapat dirujuk di sini. Kendati tidak berlaku pada seluruh negara, tapi bagi negara berkembang yang sering dilanda kasus pangan, Malthus mendekati benar. Konon 10% anak-anak di negara berkembang meninggal sebelum mereka berusia lima tahun. Kebanyakan dari kematian karena lapar disebabkan oleh malnutrisi yang kronis akibat penderita tidak mendapatkan makanan yang cukup. Sering kali hal ini terjadi karena kemiskinan yang parah. Terancam kelaparan saat ini, diantaranya 4,35 juta tinggal di JawaBarat. Ancaman kelaparan ini akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah banyak. Seiring dengan mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp. 30.000,00.
Di antara orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk Indonesia, berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan.Dari jumlah itu, sebanyak 50.333 berasal dari JawaBarat, diantaranya 10.430 tinggal di KabupatenBandung dan 15.334 orang tinggal di Kabupaten Garut. Mereka yang digolongkan terancam kelaparan dengan keadaan paling mengkhawatirkan adalah penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah Rp 15.000,00 per bulan sebanyak 14.108.
Keterkaitan teori Malthus dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan. Usaha dari banyak Indonesia untuk menyediakan pangan bagi penduduk adalah dengan giat melakukan pembangunan atau modernisasi pertanian.Usaha ini dilakukan baik melalui perluasan tanah pertanian yang ada(ekstensifikasi) maupun meningkatkan produksi per hektarnya (intensifikasi).
Indonesia tercatat baru pada tahun 1968-1969 sebagai peserta revolusi hijau dengan luas areal 198.000 hektar yang pada tahun 1972-1973 menjadi 1.521.000 hektar, meskipun sesungguhnya Indonesia telah memulainya sekitar tahun 1964-1965. Pada tahun 1973 produksi padi denganBimas telah mencapai 52 kuital per hektar dan dengan Inmas 40 kuintal per hektar. Adapun program transmigrasi setelah Indonesia merdeka dalam PolaUmum Pelita Ktiga (Lihat GBHN, TAP MPR No. II/MPR/1978) disebutkan antara lain: Program transmigrasi ditujukan untuk meningkatkan penyebaran penduduk dan tenaga kerja serta pembukaan dan
pengembangan daerah produksi dan pertanian baru dalam rangka pembangunan daerah khususnya di luar Jawa, yang dapat menjamin taraf hidup para transmigran, dan taraf hidup masyarakat sekitar.
Program Keluarga Berencana merupakan upaya pemerintah dalam mencegah dan mengatur kelahiran. Pemerintah melalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bergerak dalam penyebaran alat-alat dan pengetahuan kontrasepsi. Setiap desa dan kota Petugas Lapang KB siap membantu keluarga-keluarga yang ingin memasuki program KB.

0 Response to "Pengaruh Teori Malthus dengan Permasalahan Penduduk di Indonesia"

Post a Comment