MAKALAH
PAJAK PENGHASILAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek
pajak atas penghsilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap
orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap
perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar
pajak. Bagi perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran(cash disbursment)
tanpa adanya imbalan langsung untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya
banyak perusahaan melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil
mungkin selama hal tersebut memungkinkanPada hakekatnya perpajakan di Indonesia
di tetapkan berdasarkan undang-undang, hal ini merupakan pencerminan bagian
dari pelaksanaan tonggak demokrasi dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dalam
hubungan ini merupakan suatu realita negara yang merdeka dan berdaulat. Sesuai
perjalanan sejarah perpajakan nasional di Indonesia, tak dapat dipungkiri bahwa
dalam penyusunan kerangka acuan perubahan undang-undang dan peraturan
perpajakan sebagian besar bersumber dari sistem perpajakan warisan kolonial
penjajah, terutama ketika negara Republik Indonesia baru terbentuk. Dalam beberapa
dekade terakhir ini perubahan tersebut telah banyak mengalami perubahan yang
bersumber dari sistem perpajakan negara lain.
Dalam teori ekonomi klasik yang kini masih relevan
diterapkan di berbagai negara menyebutkan bahwa : “salah satu sumber penerimaan
negara ialah dari sektor pajak.” Pernyataan ini tertuang di dalam naskah
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut :
“segala pajak dipungut berdasarkan undang-undang demi kepentingan negara dan
ditunjukan kesejahteraan rakyat”.
Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah
didalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat
langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, untuk itu diperlukan adanya
kesadaran dari masyarakat akan kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul
digunakan untuk kepentingan dan membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan
sosial dan ekonomi masyarakat.
Pajak merupakan fenomena umum sebagai sumber penerimaan
negara yang berlaku di berbagai negara. Tiap negara membuat aturan dan dalam
mengenakkan dan memungut pajak di negaranya. Bagi Indonesia, penerimaan pajak
sangat besar perannya dalam mengamankan anggaran negara dalam APBN setiap
tahun. Kondisi itu tercapai ketika harga minyak bumi berfluktuasi di pasar
internasional dalam kurun waktu yang relatif panjang pada awal dekade 1980-an.
Fluktuasi harga tersebut telah membuat struktur penerimaan negara yang saat itu
sangat mengandalkan penerimaan dari minyak bumi dan gas (migas) tidak bisa
diandalkan lagi untuk kesinambungannya. Dari aspek budgeting, bila penerimaan
andalan dari migas tetap di pertahankan, maka akan merusak tatanan atau
struktur penerimaan negara di APBN. Akibatnya, pembangunan nasional yang telah
dilaksanakan dan diprogramkan diberbagai bidang, dan membutuhkan biaya saat
itu, bisa saja tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana (program
pembangunan).
Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak
macamnya. Salah satu adalah pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan
yang dikenakan kepada sebuah badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya
baik dalam negeri maupun pendapatan diluar negeri. Salah satu kewajiban wajib
pajak khususnya wajib pajak adalah menyelenggarakan pembukuan sebagai suatu
proses yang dilakukan secara teratur untuk menyusun laporan keuangan. Sumber
penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya. Salah satu adalah
pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan kepada sebuah
badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya baik dalam negeri maupun pendapatan
diluar negeri. Salah satu kewajiban wajib pajak khususnya wajib pajak adalah
menyelenggarakan pembukuan sebagai suatu proses yang dilakukan secara teratur
untuk menyusun laporan keuangan. Dalam rangka menyukseskan pembangunan
nasional, peranan penerimaan pajak sangat penting dan mempunyai kedudukan yang
strategis. Tidak mungkin pemerintah dapat mengerakkan roda pemerintahan dan
pembangunan nasional tanpa adanya dukungan dana, terutama yang bersumber dari
penerimaan pajak. Oleh sebab itu setiap tahun penerimaan pajak senantiasa
diupayakan untuk terus meningkat. Ada tiga unsur yang menentukan penerimaan
pajak, yakni undang-undang perpajakan yang tepat, kepatuhan serta kesadaran
dari Wajib Pajak dan aparat perpajakan yang cakap dan bersih.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap orang
pribadi atau perseorangan dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima
atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Ditinjau dari segi sejarahnya, pajak
sudah ada sejak jaman dahulu kala yang saat itu pemberiannya sukarela dari
rakyat kepada rajanya. Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian
secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat
dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja
atau penguasa. Saat itu, rakyat memberikan upetinya kepada raja atau penguasa
berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti
pisang, kelapa, dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu
digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan
tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang
sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis
karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 6 Tahun 1983
sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah “kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
B. Sejarah Pajak Penghasilan
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai
dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang
dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat
berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat
perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan
Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan
tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak
yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent duty".
Sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping
itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya
berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang
diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis
tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya
penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak,
penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran
berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria
tertentu. Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana
dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General
income tax yakni Ordonansi pajak pendapatan yang diperbaharui pada tahun 1920
(Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312)
yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam
Ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan
yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.
Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan
yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (on dememing), pada
tahun 1925 ditetapkanlah Ordonasi pajak perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de
Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang
terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami
beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan
Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang
dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya
adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend
dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan cuti pajak
(tax holiday).
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember
1983, yakni pada saat diadakannya reformasi pajak, Pada awal tahun 1925-an
yakni dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan
perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk
merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi
Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932,
Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income
Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia;
kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang
dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan
asas domisili.
Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka
kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul.
Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting)
yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai
yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang
Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting (Pajak perang) menggantikan ordonansi
yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak
Peralihan). Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1957 nama Pajak Peralihan
diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd.
1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. saja.
Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan
terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968
tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944,
Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan
"UU MPO dan MPS". Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970
yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya
reformasi pajak di Indonesia.
C. Ketentuan
1. Subyek pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, subyek pajak
penghasilan adalah sebagai berikut:
a. Subyek pajak pribadi yaitu orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
c. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
b. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
c. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
·
pembentukannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
·
pembiayaannya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah;
·
penerimaannya dimasukkan dalam
anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
·
pembukuannya diperiksa oleh aparat
pengawasan fungsional negara; dan
d. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk
usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia,
yang melakukan kegiatan di Indonesia.
D. Pajak Pengahasilan
Menurut Waluyo (2006) : “pajak penghasilan adalah pajak yang
dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
yang diperolehnya dalam tahun pajak.”Menurut ketentuan pajak, pajak penghasilan
merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek
pajak yang bersangkutan, artinya pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak
dilimpahkan kepada subjek pajak lainya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan
kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif
yang penting. Dalam pajak penghasilan tarifnya dapat dibedakan menjadi
beberapa tarif,sebagai berikut :
1) Tarif marginal
Persentase tarif ini berlaku untuk suatu kenaikan dasar
pengenaan pajak. Sebagai contoh , tarif pajak penghasilan untuk tahun 2009 bagi
wajib pajak orang (perhatikan contoh tarif progresif) bahwa tarif marginal
untuk setiap tambahan penghasilan kena pajak yang melebihi 0 sampai dengan
Rp.50.000.000,00 sebesar 5% yang diikuti pula setiap tambahan penghasilan kena
pajak diatas Rp.50.000.000,00 sampai dengan tarif marginal 15% dan seterusnya.
2) Tarif efektif
Persentase tarif pajak yang efektif berlaku atau harus
diterapkan atas dasar pengenaan pajak tertentu.
1. Kutipan Undang-Undang Tentang Pajak
Penghasilan
a. Yang termasuk subjek pajak
penghasilan
1) Orang pribadi
Adalah mereka yang tinggal atau (berdomisili) atau berada di
Indonesia ataupun diluar indonesia tanpa melihat batas umur, jenjang sosial
ekonomi dan kebangsaan dan kewarganegaraannya.
2) Warisan
Warisan yang belum belum terbagi satu kesatuan menggantikan
yang berhak warisan merupakan subjek pengganti, menggantikan mereka yang berhak
yaitu ahli waris.
3) Badan
Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha.
4) Bentuk usaha tetap (BUT)
Perusahaan luar negeri yang bergerak dalam kegiatan ekonomi
suatu negara, dalam hal ini negara Indonesia. Subjek pajak dapat pula dibedakan
yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Selanjutnya dapat
dijelaskan bahwa subjek pajak dalam negeri adalah wajib pajak membuat SPT
sementara subjek pajak luar negeri tidak wajib membuat SPT.
b. Termasuk objek pajak penghasilan
Yang menjadi objek pajak penghasilan yaitu, setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat di pakai untuk dikonsumsi
atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang PPh.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan
atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau
pengalihan harta :
-
Keuntungan karena pengalihan harta
kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.
-
Keuntungan yang diperoleh perseroan,
persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu
atau anggota.
-
Keuntungan karena likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha.
-
Keuntungan karena pengalihan harta
berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yg
ditetapkan oleh menteri keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha,pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak
yang telah dibebankan sebagai biaya.
6. Bunga termasuk premium, diskonto,
dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7. Dividen, dengan nama dan dalam
bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis
dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan
atau perolehan pembayaran berkala contoh leasing.
11. Keuntungan
karena pembebasan utang kecuali yang diatur pada PP 130 Tahun 2000 (atas
keuntungan karena pembebasan utang debitur kecil termasuk Kukesra, KUT, KPRSS,
KUK dan kredit kecil dan hanya dapat dinikmati satu kali dalam satu tahun pajak
sampai dengan jumlah Rp 350 Juta).
12. Keuntungan
karena selisih kurs dengan mata uang asing.
13. Selisih
lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi
Asuransi.
15. Iuran
yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan
kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
E. Bukan Subyek Pajak
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 200 menjelaskan tentang apa
yang tidak termasuk obyek pajak sebagai berikut:
a. Badan perwakilan negara asing.
b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
c. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
d. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
c. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
d. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
F. Obyek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip
pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak
dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pajak darimanapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah
kekayaan wajib pajak tersebut.
Pengertian penghasilan dalam Undang-undang PPh tidak
memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya
tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak
tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk
kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat
dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak
Karena Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan
yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu
tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan
demikian, apabila dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau kegiatan menderita
kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya
(Kompensasi Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun
demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang
bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut
tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Http:// Makalah
Pajak Penghasilan - Pusat Makalah.Htm
Bisnis Alternatif Yang Bisa Dilakukan Pada Waktu Luang / Senggang
9 Hal Yang Perlu Diperhatikan Untuk Mengurangi Dampak Radiasi
Teknologi Seperti Komputer / Laptop/ Android
3 cara untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di Indonesia.
JANGAN
LUPA BACA ARTIKEL INI JUGA YA SOBAT:
Bisnis Alternatif Yang Bisa Dilakukan Pada Waktu Luang / Senggang

0 Response to "MAKALAH PAJAK PENGHASILAN"
Post a Comment