Good Governance (Tata Pemerintahan
Yang Baik) For Indonesia
Indonesia merupakan salah satu
negara di dunia yang sedang berjuang dan mendambakan terciptanya good
governance. Namun, keadaan saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut masih sangat
jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja
di luar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa
masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Untuk
mencapai good governance dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka
prinsip-prinsip good governance hendaknya ditegakkan dalam berbagai institusi
penting pemerintahan. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka
tiga pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil hendaknya
saling menjaga, saling support dan berpatisipasi aktif dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
Good governance (tata pemerintahan
yang baik) sudah lama menjadi mimpi buruk banyak orang di Indonesia. Kendati
pemahaman mereka tentang good governance berbeda-beda, namun setidaknya
sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka
akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak di antara
mereka membayangkan bahwa dengan memiliki praktik good governance yang lebih
baik, maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, angka korupsi
menjadi semakin rendah, dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan
kepentingan warga (Dwiyanto, 2005).
Sebagai negara yang menganut bentuk
kekuasaan demokrasi. Maka kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar seperti disebutkan dalam UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945 Pasal 1 ayat (2). Negara seharusnya memfasilitasi
keterlibatan warga dalam proses kebijakan publik. Menjadi salah satu bentuk
pengawasan rakyat pada negara dalam rangka mewujudkan good governance. Memang
akan melemahkan posisi pemerintah. Namun, hal itu lebih baik daripada
perlakukan otoriter dan represif pemerintah.
A.
Good
Governance
Menurut United
Nations Development Programme (UNDP) mendefinisikan Governance sebagai
“pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola
masalah-masalah bangsa”. Governance dikatakan baik (good atau sound)
apabila sumber daya dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif, efisien
yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat.
Pada dasarnya konsep Good
Governance memberikan rekomendasi pada sistem pemerintahan yang menekankan
kesetaraan antara lembaga-lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah,
sektor swasta, dan masyarakat madani (Civil Society). Good Governance
berdasar pandangan ini berarti suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara
yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan sektor swasta.
Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme, proses dan
lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok masyarakat mengutarakan
kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani
perbedaan di antara merek.
Good Governance sebagai sebuah paradigma dapat
terwujud bila ketiga pilar pendukungnya dapat berfungsi secara baik, yaitu
negara, masyarakat madani, dan sektor swasta. Negara dengan birokrasi
pemerintahannya dituntut untuk merubah pola pelayanan dari birokrasi elitis
menjadi birokrasi populis. Sektor swasta sebagai pengelola sumber daya
di luar negara dan birokrasi pemerintahan pun harus memberikan kontribusi dalam
usaha pengelolaan sumber daya tersebut. Penerapan cita Good Governance
pada akhirnya mensyaratkan keterlibatan organisasi kemasyarakatan sebagai kekuatan
penyeimbang negara.
B.
prinsip-prinsip Good Governance
Masyarakat Transparansi Indonesia
(MTI) sebagaimana dikutip oleh Koesnadi mengemukakan, bahwa prinsip-prinsip Good
Governance terdiri atas:
- Participation (partisipasi). Semua pria dan wanita mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
- Rule of Law. Kerangka hukum harus adil dan diperlakukan tanpa pandang bulu, terutama hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. Menurut Santosa, setidaknya konsep rule of law harus memenuhi karakter-karakter, yaitu:
1) Supremasi hukum
2) Kepastian hukum
3) Hukum yang responsive
4) Penegakan hukum yang konsisten dan
nondiskriminatif
5) Keberadaan independensi peradilan.
- Tranparancy (transparansi). Transparansi dibangun atas arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
- Responsiveness. Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan (masyarakat).
- Consensus Orientation. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. Contohnya melalui forum musyawarah.
- Equity (kesetaraan atau keadilan). Semua pria dan wanita mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
- Effektiveness and Efficiency. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
- Accountability. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung-jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan dan dari apakah bagi organisasi itu, keputusan tersebut, bersifat kedalam atau keluar.
- Strategic Visions. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman akan kompleksitas kesejahteraan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Lebih lanjut menurut Santosa, untuk
mencapai Good Governance, maka elemen-elemen negara yang meliputi
pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat maupun lembaga peradilan harus berfungsi
optimal dan efektif.
Masyarakat sipil harus mampu
menjalankan peranannya sebagai penyalur aspirasi rakyat dan public watchdog.
Sektor swasta harus diberikan jaminan bahwa kegiatan ekonomi dapat berjalan
dengan baik, dan menaati norma-norma sosial serta aturan hukum. Dengan
demikian, good governance mensyaratkan lima hal, sebagai berikut:
- Lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi kontrol dan penyalur aspirasi rakyat yang efektif (effective representative system). Fungsi kontrol yang optimal terhadap penggunaan kekuasaan negara dan keberadaan wakil rakyat yang aspiratif akan sangat menentukan penyelenggaraan pemerintah yang efisien, tidak korup dan selalu berorientasi pada aspirasi rakyat (yang diwakilinya).
- Pengadilan yang independen (judicial independence). Pengadilan yang independen (mandiri, bersih dan profesional) merupakan komponen strategis dari sistem penegakan hukum dan rumah keadilan bagi korban ketidakadilan untuk mendapatkan pemulihan hak yang terlanggar.
- Aparatur pemerintah (birokrasi) yang memiliki integritas yang kokoh dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat (strong, reliable and responsive bureaucracy).
- Masyarakat sipil yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi kontrol publik (strong and participatory civil society).
- Desentralisasi dan lembaga perwakilan di daerah yang kuat (democratic desetralization). Kebijaksanaan lokal sebagai konsekuensi dari desentralisasi dan atau otonomi daerah diasumsikan akan lebih mudah menyerap aspirasi sertsa kebutuhan masyarakat lokal dibandingkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Secara teori, oleh karena kebijaksanaan publik produk desentralisasi akan lebih partisipatoris dan aspiratif.
Dalam kaitannya dengan lingkungan
hidup, pemerintahan yang baik di bidang lingkungan merupakan bagian dari Good
Governance. Tolak ukur ciri-ciri pemerintahan yang baik yang memiliki visi
tentang keterbatasan daya dukung ekosistem, adalah pengakuan terhadap 8
(delapan) parameter dalam kebijaksanaan pemerintahan, yaitu:
(1) Pemberdayaan, pelibatan
masyarakat dan akses informasi;
(2) Transparansi;
(3) Desentralisasi yang demokratis;
(4) Pengakuan terhadap keterbatasan
daya dukung ekosistem dan keberlanjutan;
(5) Pengakuan hak masyarakat adat
dan masyarakat setempat
(6) Konsistensi dan harmonisasi;
(7) Kejelasan (clarity);
(8) Daya penegakan (enforceability).
Poin nomor satu (1) sampai dengan
tiga (3), merupakan elemen pokok dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik,
sedangkan poin empat (4) dan lima (5) merupakan elemen pokok dari pengakuan
aspek berkelanjutan. Adapun poin enam (6) sampai delapan (8) merupakan elemen
pokok dari rule of law.
0 Response to "Good Governance (Tata Pemerintahan Yang Baik) For Indonesia"
Post a Comment