Bentuk-Bentuk
Adaptasi Mangrove
Mangrove adalah vegetasi khas daerah
tropika dan subtropika yang tumbuh pada tanah lumpur di dataran rendah di
daerah batas pasang-surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara
sungai. Tumbuhan tersebut tergenang di saat kondisi air pasang dan bebas dari
genangan di saat kondisi air surut.
Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan bakau,
tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove
menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan
kelenjar garam di daun. Namun
ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas
yang muncul ke atas lumpur pantai. Pohon-pohon bakau (Rhizophora sp.), mengembangkan akar tunjang (stilt root)
untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia
sp.) dan pidada (Sonneratia
sp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore)
yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara.
Pohon kendeka (Bruguiera sp.) mempunyai akar lutut (knee root),
sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus
sp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang
tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya.
Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel,
lubang pori pada pepagan untuk bernapas.
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api
mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis
yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran
yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar
90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini.
Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan
terbuang bersama gugurnya daun.
Pada pihak yang
lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya
mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan
tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan
bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap
permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.
Thanks for referensi:
a)
Arief,
Arifin. 2007. Hutan Mangrove. Yogyakarta:
Kanisius
b)
Fauziah,
Y. 1999. Prospek Rehabilitasi Hutan Mangrove Pangkalan Batang Bengkalis, Riau
Ditinjau dari Vegetasi Strata Semai. Dalam Prosiding Seminar VI Ekosistem
Mangrove di Pekanbaru, 15-18 September 1998.
c)
Kasim,
Ma’ruf. 2008. Mengenal Pola Rehabilitasi Mangrove Partisipative. Online,
(http://www.google.com).
d)
Noor, dkk. 1999. Panduan
Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor:
PKA/WI-IP.
f)
Savitri,
L.A. dan M. Khazali. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah
Pesisir. Bogor: Wetlands International Indonesia Programme.
g)
Subing,
H. Z. 1995. Pengembangan Wilayah Pantai Terpadu dalam Rangka Pembangunan
Daerah. Dalam Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove di Jember, 3-6 Agustus
1994.
h)
Sudarmadji.
2001. Rehabilitasi Hutan Mangrove Dengan Pendekatan pemberdayaan Masyarakat
Pesisir (Jurnal). Jember: FMIPA Universitas Jember
i)
The
Mangrove Information Centre. Online, (http://www.mangrovecentre.or.id). Diakses 17
Nopember 2008
j)
Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta:
Departemen Kehutanan Republik Indonesia
0 Response to "Bentuk-Bentuk Adaptasi Mangrove "
Post a Comment