Tatacara memperoleh tanah
(sumber :ipem bagian 3)
Tatacara
memperoleh tanah, baik untuk kepentingan umum, usaha maupun pribadi, tergantung pada hal-hal berikut ini:
1. status tanah yang diperlukan;
2. status hukum pihak yang
memerlukan, peruntukan penggunaan tanah yang diperlukan;
3. ada tidaknya kesediaan pemilik
tanah untuk menyerahkan tanahnya.
Tanah yang tersedia dapat berstatus:
1. tanah negara, yaitu tanah yang
masih langsung dikuasai oleh negara;
2. tanah ulayat masyarakat hukum
adat;
3. tanah hak, yaitu tanah yang sudah
dihaki dengan salah satu hak yaitu hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai.
Selain itu status hukum dari pihak yang memerlukan
tanah akan menentukan cara yang akan digunakan, oleh karena terkait dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai subjek
hak atas tanah.
1. Bagi instansi pemerintah yang
oleh UUPA hanya dimungkinkan mempunyai tanah dengan Hak Pakai, perolehan
tanahnya dilakukan dengan pelepasan hak.
2. Bagi perusahaan, baik Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun perusahaan
swasta, dapat mempunyai tanah dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai.
Dengan demikian perolehan tanah dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Apabila tanah yang diperlukan
berstatus tanah negara, perolehan haknya melalui proses permohonan dan
pemberian hak atas tanah oleh pemerintah.
2. Apabila tanah yang diperlukan
berstatus tanah ulayat, maka caranya dengan meminta kesediaan penguasa
masyarakat hukum adat setempat untuk melepaskan hak ulayatnya, dengan
memberikan ganti rugi terhadap tanaman rakyat yang ada diatasnya.
3. Kemudian tanah tersebut
dimohonkan hak atas tanah yang sesuai dengan status pihak yang akan menggunakan
dan peruntukannya, melalui cara pemberian hal atas tanah oleh pemerintah.
4. Apabila tanah yang bersangkutan
berstatus tanah hak, maka cara yang digunakan tergantung pada ada atau tidaknya
kesediaan yang empunya untuk menyerahkan kepada yang memerlukan, dengan
kemungkinan-kemungkinan :
a. Apabila ada kesediaan untuk menyerahkannya dengan
sukarela, maka ditempuh melalui: acara pemindahan hak, misalnya jual beli,
tukar menukar atau hibah.
b. Jika tidak ada kesediaan untuk menyerahkannya
dengan sukarela, apabila syarat-syaratnya dipenuhi, maka dapat ditempuh melalui
acara pencabutan hak untuk kepentingan umum sebagai cara pengambilan tanah
secara paksa.
Selanjutnya mengenai lokasi yang dipilih oleh penyelenggara pembangunan
rumah susun menurut pasal 22 PP No. 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun, diberikan
beberapa petunjuk yaitu:
1. Rumah Susun harus dibangun di lokasi yang
sesuai dengan peruntukan dan keserasian lingkungan dengan memperhatikan rencana
tata ruang dan tata guna tanah yang ada.
2. Rumah Susun harus dibangun pada lokasi
yang memungkinkan berfungsinya dengan baik saluran-saluran pembuangan dalam
lingkungan ke sistem jaringan pembuangan air hujan dan jaringan air limbah
kota.
3. Lokasi rumah susun harus
mudah dicapai angkutan yang diperlukan.
4. Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh
pelayanan jaringan air bersih dan listrik.
5. Dalam hal lokasi rumah susun belum dapat
dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik, penyelenggara
pembangunan wajib menyediakan secara tersendiri sarana air bersih dan listrik
sesuai dengan tingkat keperluannya.
Bagi perusahaan pembangunan perumahan yang ingin memperoleh tanah untuk
keperluan perusahaan terlebih dahulu harus mempunyai izin lokasi. Namun sebelum
mengajukan permohonan izin lokasi, menurut ketentuan yang diatur dalam Paket
Deregulasi tanggal 23 Oktober 1993 Pakta 93 maka perusahaan yang bersangkutan
terlebih dahulu harus mempunyai Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi
dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk Penanaman Modal Dalam Negeri
atau persetujuan dari Presiden untuk Penanaman Modal Asing, ataupun Persetujuan
Prinsip dari Departemen Teknis untuk non Penanaman Modal Asing/Penanaman Modal
Dalam Negeri yang bersangkutan.
Persetujuan Prinsip dari Departemen Teknis, dapat digantikan dengan
rekomendasi Bupati/Walikota sepanjang Departemen Teknis belum mengaturnya.
Setelah diperoleh Surat Persetujuan Prinsip, Badan Usaha yang bersangkutan
mengajukan permohonan Izin Lokasi. Sesuai dengn Keputusan Presiden Nomor 97
Tahun 1993, Izin Lokasi diberikan oleh Kepala Kantor Pertanahaan
Kabupaten/Kota, kecuali di DKI Jakarta berlaku ketentuan khusus.
Izin Lokasi diatur dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1993 tentang Tatacara Memperoleh Izin Lokasi
dan Hak Atas Tanah bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal.
Tatacara mengajukan permohonan izin lokasi sesuai dengan Keputusan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 22 Tahun 1993 adalah
sebagai berikut:
1. Pemohon mengajukan
permohonan izin lokasi dengan mengisi formulir permohonan yang menjelaskan
hal-hal antara lain mengenai bukti penjelasan identitas, tujuan izin lokasi,
keterangan tentang perusahaan yang dimohonkan termasuk gambar sketsa tanah.
2. Selanjutnya Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota mengadakan rapat koordinasi sebagai berikut:
a. Kesesuaian dengan Rencana
Tata Ruang wilayah atau rencana lainnya yang dipakai;
b. Kemungkinan adanya tumpang
tindih peruntukan;
c. Kepastian lokasi dan
luasnya yang akan diberikan;
d. Status tanah yang domohon;
e. Kepentingan pihak ketiga
yang ada di lokasi yang dimohon;
f. Persyaratan yang masih
diperlukan.
Kemudian hasil rapat koordinasi dituangkan dalam Berita Acara Rapat
Koordinasi, dan laporan hasil rapat koordinasi dipakai sebagai bahan
pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan mengambil keputusan
pemberian izin lokasi. Di dalam mengambil keputusan disamping mempertimbangkan
faktor-faktor lain juga merumuskan persyaratan-persyaratan yang dianggap perlu
oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
mempersiapkan surat keputusan.
Persyaratan-persyaratan lain diisi berdasarkan hasil perumusan rapat
koordinasi yang meliputi:
a. penyediaan areal tanah bagi
penampungan penduduk yang dipindahkan;
b. membuat rencana penggunaan
tanah pada areal yang telah dibebaskan/dikuasai;
c. mewajibkan menampung tenaga
kerja setempat dalam pelaksanaan proyek;
d. larangan
memindahkan/memperjualbelikan izin lokasi tersebut;
e. hal-hal lain yang dipandang
perlu oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
3. Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota menandatangani Surat Keputusan
pemberian izin lokasi atau
penolakan izin lokasi.
Setelah memperoleh keputusan izin lokasi
dilakukan pengawasan pemberian lokasi dan pelaporan oleh:
1. Kepala Seksi Pengaturan dan
Penguasaan Tanah yang bertugas melakukan monitoring penyelenggaraan perolehan
tanah yang dilakukan oleh pemohon untuk
bahan pengawasan dan pelaporan, dan selanjutnya menyiapkan laporan dan
surat peringatan.
2. Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota yang bertugas:
a) memberikan peringatan
tentang penyimpangan-penyimpangan terhadap syarat-syarat yang ditetapkan
kepada penerima izin;
b) mengingatkan akan
berakhirnya perolehan tanah selambat-lambatnya 30 hari sebelum masa berlakunya izin lokasi
berakhir;
c) mengirimkan laporan
perkembangan izin lokasi dan perolehan tanah kepada Kepala Kantor Wilayah BPN
tingkat Propinsi setiap dua minggu sekali.
3. Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional, bertugas;
a) mengevaluasi dan
mengkompilasi seerta melakukan pengawasan terhadap semua izin lokasi di setiap
Kabupaten;
b) memberikan bimbingan teknis
pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;
c) melaporkan hasil evaluasi
dan kompilasi pelaksanaan pemberian izin lokasi dan perolehan tanah kepada
Menteri Agraria/Kepala BPN setiap satu bulan sekali.
Izin lokasi berlaku dalam
jangka waktu satu tahun dan dapat diperpanjang satu tahun lagi, dan ditertibkan setelah dilakukan
koordinasi dengan instansi teknis terkait. Adapun hal-hal yang dipertimbangkan
dalam persetujuan atau penolakan perpanjangan izin lokasi adalah minimal 25%
areal tanah telah diperoleh/dikuasai dan kemampuan pengusaha untuk melakukan
usahanya.
0 Response to "Tatacara memperoleh tanah"
Post a Comment